Wacana KRIS BPJS oleh Menkes Dinilai Rugikan Pekerja, Pemerintah Diminta Kaji Ulang
Rencana penghapusan kelas kepesertaan BPJS Kesehatan melalui penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) tunggal kembali menuai kritik dari kalangan serikat pekerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyatakan protes keras terhadap kebijakan Menteri Kesehatan yang dinilai memaksakan KRIS tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi pekerja.
Menurutnya, kebijakan ini tidak adil karena selama ini pekerja telah membayar iuran lebih tinggi untuk mendapatkan layanan rawat inap kelas I atau II, namun dengan KRIS mereka akan dipaksa menerima layanan di kelas yang lebih rendah.
Ristadi menegaskan bahwa KRIS justru menurunkan standar pelayanan kesehatan bagi pekerja.
"Selama ini kami memilih kelas perawatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi kami. Dengan KRIS, kami semua dipaksa turun ke kelas yang lebih rendah, meski sudah membayar lebih. KRIS justru menyamaratakan standar pelayanan ke bawah, bukan yang selama ini mayoritas diterima pekerja," ujarnya.
Ia juga menyoroti minimnya dialog sosial dalam proses penyusunan kebijakan ini. Serikat pekerja, sebagai pihak yang langsung terdampak, tidak dilibatkan dalam pembahasan meski kebijakan ini menyangkut kesehatan jutaan buruh dan keluarganya.
Baca Juga: Menang Tender BPJS Kesehatan, Emiten Telekomunikasi JAST Optimis Bisa Dongkrak Pendapatan
Kekhawatiran lain yang diungkapkan Ristadi adalah ketidaksiapan rumah sakit, terutama di daerah, dalam menerapkan KRIS. Ia memprediksi kebijakan ini justru akan menyulitkan pekerja mendapatkan layanan rawat inap yang layak, bahkan berpotensi menyebabkan penolakan oleh rumah sakit. Lebih jauh, Ristadi mencurigai KRIS sebagai bentuk komersialisasi layanan kesehatan.
"KRIS ini bentuk upaya komersialisasi sistem pelayanan kesehatan rakyat. Ketika semua peserta diseragamkan, KRIS membuka jalan untuk kelas premium berbayar. Siapa yang untung? Bukan pekerja atau buruh, tapi justru perusahaan asuransi dan rumah sakit swasta!" tegasnya.
KSPN menegaskan bahwa mereka tidak menolak upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan, tetapi menuntut agar kebijakan KRIS tidak mengurangi hak pekerja yang selama ini telah membayar iuran lebih tinggi. Ristadi mendesak pemerintah untuk mempertahankan sistem kelas I, II, dan III sesuai kemampuan iuran peserta, serta melibatkan serikat pekerja dalam penyusunan kebijakan JKN.
Baca Juga: Lebih Tenang, Cerita Syamsiah Manfaatkan Prolanis BPJS Kesehatan untuk Berobat Rutin Diabetes Melitus
"Kami meminta, pertahankan sistem kelas 1, 2, dan 3 sesuai kemampuan iuran. Libatkan serikat pekerja dalam penyusunan kebijakan JKN. Naikkan standar pelayanan kelas 3 tanpa menurunkan manfaat pelayanan kelas 1 dan 2," pungkasnya.
Jika KRIS tetap diterapkan tanpa perbaikan sistem, dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas layanan, overload di rumah sakit, dan munculnya layanan berbayar yang semakin tidak terjangkau bagi pekerja. Tekanan dari serikat pekerja terus menguat, mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini sebelum benar-benar diimplementasikan.
-
Cara Cek NIK KTP Penerima Saldo Dana Bansos PKH 2025 Tahap I, Cair Tiap 3 BulanTurnamen Golf 65 Tahun UAJ, Kolaborasi Alumni untuk Pendidikan dan KemanusiaanInvestor Tembus 7 Juta, Saham Jadi 'Tabungan' Zaman NowJawaban Kemenkumham Soal Novanto: Bukan Pelesiran, Tapi Hilang dari RSCara Mendaftar Beasiswa LPDP 2024, Dimulai Hari IniKetua MK Komentari Batas Usia Capres Cawapres, Hensat: Biarkan DPR Yang MemutuskanPapa Novanto Keluar Lapas, Ini Lokasi PelesirannyaBunuh Diri Diduga Akibat Diancam Pinjol, Polisi Kontak Akun Twitter7 'Red Flag' dalam LDR, Saatnya Evaluasi HubunganmuKomnas HAM Sebut Kericuhan di Pulau Rempang Diduga Ada Pengerahan Kekuatan Aparat yang Berlebihan
下一篇:Menakar Peluang Restoran Indonesia Menggoyang Lidah Dunia
- ·Ramadan dan Idulfitri 2025 Bisa Beda Lagi! Muhammadiyah Ingatkan Toleransi
- ·Jadwal Pendaftaran Capres dan Cawapres Dimajukan, KPU: Tak Ada Aspek Politik
- ·Rem Darurat Pahit Anies Bisa Berujung Manis
- ·Justru Kivlan Zen yang Mau Dibunuh
- ·Wacana Motor Gede Masuk Jalan Tol, Pengamat: Antara Potensi dan Risiko
- ·FOTO: Mereka yang Tampil Aneh dan Bikin Dahi Berkerut di Grammy Awards
- ·Robot Damkar DKI Disorot PSI, KPK Turun Tangan Dong!
- ·Penumpang Harus Paham, Ada Etika Rebahkan Kursi Pesawat
- ·FOTO: Cerita Salju yang Pergi dari Resor Ski Himalaya
- ·Personal Color Analysis, Memaksimalkan Tampilan Dengan Warna Personal
- ·Turnamen Golf 65 Tahun UAJ, Kolaborasi Alumni untuk Pendidikan dan Kemanusiaan
- ·Bawaslu Akhirnya Angkat Bicara Soal Ganjar Pranowo di Tayangan Azan Maghrib
- ·Cara Mendaftar Beasiswa LPDP 2024, Dimulai Hari Ini
- ·Ingin Jalan
- ·Komitmen Edukasi Digital dengan Samsung Digital Lighthouse School
- ·Investor Siap
- ·FOTO: Arsitektur Menawan Kantor Pos Ratusan Tahun di Saigon Vietnam
- ·Neraca Dagang Nyaris Tekor, Diselamatkan Komoditas Non
- ·Jadwal Pendaftaran Capres dan Cawapres Dimajukan, KPU: Tak Ada Aspek Politik
- ·Ditegur KPK, Ditjen PAS Akui Kelalaian Sipir Lapas Sukamiskin
- ·Procter & Gamble Akan PHK 7.000 Karyawan, Tarif Trump dan Konsumen Takut Inflasi Jadi Pemicu
- ·FOTO: Misteri dan Keagungan Mada'in Saleh di Jantung Arabia
- ·Elektabilitas Erick Thohir Tertinggi sebagai Cawapres di Jatim Menurut Survei PRC
- ·Komitmen Edukasi Digital dengan Samsung Digital Lighthouse School
- ·NYALANG: Dibuai Syahdu Kepak Kehidupan
- ·Jangan Kebablasan, Makan Kacang Berlebihan Juga Ada Efek Sampingnya
- ·Isu Mendiktisaintek Kena Reshuffle, Ini Suasana Rumah Dinas Satryo Soemantri Brodjonegoro
- ·Jangan Kebablasan, Makan Kacang Berlebihan Juga Ada Efek Sampingnya
- ·HP Wartawan Dirampas Keamanan RS Eka Hospital Saat Peliputan
- ·Anies Kunci Jakarta, Mensos Buka
- ·Apa Saja Kebiasaan Nia Ramadhani hingga Sukses Pangkas BB 28 Kg?
- ·SKCK untuk Ganjar Pranowo dan Cak Imin Diterbitkan Polri
- ·Papa Novanto Keluar Lapas, Ini Lokasi Pelesirannya
- ·Wamendag Terangkan Peran Perempuan dalam Upaya RI Menuju Ekonomi Hijau
- ·Benarkah Suntik Putih dan Vitamin C Bisa Sebabkan Autoimun?
- ·PDIP Umbar Janji Jika Ganjar Menang Pemilu 2024: Pastikan Kesejahteraan Terhadap Petani dan Nelayan