首页 > 综合
Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida
发布日期:2025-05-27 23:02:07
浏览次数:750
Jakarta,“quickq” CNN Indonesia--

Masih teringat dalam benak kasus pembunuhanwanita dalam koper beberapa waktu lalu. Kasus itu menjadi salah satu tanda bahwa femisida masih menjadi ancaman di tengah masyarakat.

Komnas Perempuan mencatat, angka femisida di Indonesia masih terus mengkhawatirkan. Pada tahun 2020, tercatat ada 95 kasus femisida. Angka itu meningkat pada 2021 dengan 237 kasus dan 307 kasus pada 2022.

Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida

Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida

Data teranyar mencatat sebanyak 159 kasus femisida pada tahun 2023.

Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida

ADVERTISEMENT

Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pilihan Redaksi
  • Demo Besar-besaran, Perempuan Kenya Berteriak Memprotes Femisida
  • Kenapa Banyak Perkosaan dan Kerap Dianggap Kasus Biasa di India?
  • Update Fakta Kasus Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan Padang Pariaman

Sayangnya, baik korban maupun keluarga korban femisida belum mendapatkan perlindungan yang maksimal. Tak perlu jauh-jauh menyasar perlindungan di ranah hukum, di media sosial sekali pun, sering kali privasi korban dan keluarga terancam.

Tak sedikit warganet yang merespons kasus-kasus femisida dengan cara yang salah. Alih-alih menghormati privasi, warganet justru menguliti kehidupan korban dan kadang beserta keluarganya.

"Hal ini cukup mengkhawatirkan karena isu ini merupakan isu sensitif," ujar Davies.

Ia berharap agar masyarakat sadar akan pentingnya melindungi privasi korban di media sosial.

"Media sosial dapat membantu perlahan mematahkan stigma-stigma dan domestikasi yang terjadi. Jadi, korban itu harus dilindungi, termasuk di media sosial," ujarnya.

Davies tak menampik bahwa kehadiran media sosial juga memegang peranan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman femisida. Media sosial, lanjut dia, bisa menjadi medium untuk menghapus stigma-stigma negatif terhadap korban.

Stigma-stigma negatif ini pula yang membuat kasus femisida sering sulit terdeteksi.

"Stigma-stigma yang masih menempel hingga saat ini menjadi faktor juga kenapa kasus-kasus femisida jarang dilaporkan dan dicatat oleh pemerintah," ujar Davies.

Davies mengajak masyarakat agar lebih bijak merespons kasus femisida, utamanya di media sosial. Caranya adalah dengan tidak perlu menguliti privasi korban hingga mengulik data pribadi.

Alih-alih fokus dan penasaran dengan korban, lebih baik cari tahu lebih banyak terkait kondisi femisida di Indonesia.

"Kita bisa lebih kritis untuk menerima berita dengan memilah mana yang baik untuk kita. Cari tahu lebih terkait fenomena femisida di Indonesia," ujarnya.

(pli/asr)

上一篇:FOTO: Bapak Rumah Tangga Mendobrak Patriarki di China
下一篇:Fenomena Bunuh Diri Mahasiswa, Kampus Perlu Optimalkan Peran PA
相关文章